Waspada jebakan uang pilih Anugerah atau stop Menumpuk Kekayaan
Waspada jebakan uang – bagaimanapun juga kekayaan itu bersifat relatif. Menang bersaing dengan tertangga di kiri-kanan. Bukan menang berarti menang bersaing dengan para tetangga di lingkungannya yang berkelas dan mewah. Pahlawan di dunia ini modern ini adalah seorang anak miskin yang bercita-cita menjadi kaya, bukan pemuda kaya yang secara sukarela meskin! Menumpuk kekayaan kita anggap bijaksana, rakus kita sebut rajin. Kepemilikan menjadi obsesi dalam budaya kita. Kita semua terkagum-kagum oleh kehidupan orang-orang kaya dan terkenal.
Perangkap Ketamakan
Suatu realita tak terpungkiri; Keajaiban penumpukan kekayaan termasuk pengaruh di masyarakat, pengeluaran yang boros, pamer kekayaan, kemewahan, gaya hidup yang mahal. Ini termasuk keyakinan yang salah tentang uang perlu dihindari. Berikut ada beberapa perangkap-perangkap ketamakan :
1. Ketamakan meyakinkan kita bahwa kita butuh lebih banyak;
Setan memberi umpan ketamkakan
Inilah jebakannya! Kita diyakinkan bahwa kita membutuhkan lebih banyak karena kita masih memiliki “kebutuhan” yang harus dipenuhi, dan terperdaya dalam pemikiran bahwa uang dapat membeli kebahagiaan yang tampaknya di luar genggaman kita. Siapa diantara kita yang membaca definis tersebut? Tentu saja, nyaris hampir kebanyakan dari kita. Namun, setan memberi umpan ketamakan dalam jebakan uang, dan tikus-tikus gereja sebagaimana orang-orang yang tidak percaya lainnya, ingin mendapatkan lebih daripada yang bisa disentuh kumis mereka!
Mengalihkan perhatian dari kasih Allah
Kita semua terlahir dengan kecenderungan tersebut. Itu berasal dari Hawa, ibu kita semua. Setan mulai memasang jebakan uang, sebelum uang itu sendiri diciptakan. Ia tidak mencobai Hawa dengan keberuntungan, melainkan satu buah. Masalahnya bukan benda itu sendiri karena Allah telah menyediakan semua yang mungkin dibutuhkan. Persoalannya adalah keinginan untuk memiliki bagi dirinya, sesuatu yang dilarang di luar batasan.
Ketika setan menaruh gagasan ini kepada Hawa, yakin bahwa ia membutuhkan benda itu supaya bahagia. Hawa mengalihkan perhatian dan kasihnya dari Allah ke objek pencobaan. Ia menginginkan lebih! Ketika kita mangasihi dan menaati Allah, serta memusatkan diri kepadaNya kita akan menyadari bahwa hanya Dialah yang kita inginkan, dan kita akan memberitahukan hal ini kepada setan. Anda dan saya telah bertemu dengan banyak orang di mana saja yang menghadapi kesulitan hidup. Kehilangan segala hal yang begitu disayanginya, tetapi memiliki harta Allah dalam pribadi Kristus. Kita tentu mendengar mereka berulang kali bahwa hanya Yesuslah yang mereka miliki, hanya Yesuslah yang mereka inginkan!
2. Ketamakan memperbudak kita dalam penyembahan berhala;
Yesus mengutuk mamon
Alkitab mengatakan bahwa ketamakan adalah penyembahan berhala. Dan Yesus mengutuk mamon (kekayaan dalam bahasa Aram) sebagai ilah lain: "Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Luk. 16:13).
Jika ketamakan menjadi ilah kita kita akan melakukan apapun yang diperintahkannya. Namun, kita akan mendapati bahwa ketamakan adalah ilah yang lalim. Tidak ada pengembalian yang abadi. Begitu kita memperoleh semuanya itu, akhirnya kita akan menginginkan hal-hal yang tidak kita perlukan malupun nikmati.
Ketamakanmu hanya ingin membuat mereka terkesan.
Apakah kita terpaku pada keinginan untuk memiliki? Gish (Beyond the Rat Race) berpendapat : “Kita membeli barang-barang yang tidak kita inginkan untuk membuat terkesan orang-orang yang tidak kita sukai”. Kita hanya ingin membuat mereka terkesan! Inilah bagian dari jebakan! Karena ketamakan menarik sesamanya. Seorang yang tamak tidaklah mengalami kesulitan untuk menemukan teman-teman yang sama-sama tamaknya.
3. Ketamakan mengarah pada kehancuran diri;
Renungkanlah kisah perumpamaan anak yanh hilang, yang dikisahkan Yesus kepada kita. Anak itu pergi menemui ayahnya dengan tangan terentang, lalu berkata, “berikanlah kepadaku, berikanlah kepadaku, berikanlah kepadaku” (lihak Luk. 15:11-32). Sang ayah menurut, diberilah anaknya warisan yang menjadi haknya. Anak itu pergi ke kota besar, menghabiskan semua warisannya dan hidup liar. Kekayaannya menarik perhatian teman-temannya yang angin-anginan. Seperti yang dikatakan oleh penulis Kitab Pengkhotbah, “Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya” (Pkh. 5:10). Namun, si anak yang hilang itu juga akhirnya sadar bahwa ketika semua uangnya habis, tak ada seorang pun teman yang hadir untuk menolongnya. Ketamakan menjadi pencipta tugas menuntut, menghasilkan kecanduan yang dapat mengarahkan kita menuju kehancuran diri.
4. Ketamakan menimbulkan kecanduan;
Satu-satunya fokus setan adalah memegang kita erat-erat dalam jebakan “materi” begitu melihat kita telah mengembangkan kecanduan yang tidak sehat untuk memiliki benda-benda, ia memanfaatkan kebutuhan kita dalam mengamankan harta milik kita. Ia berfokus pada perilaku kita menyimpang dan menimbun kekayaan yang kita peroleh. Yakobus berbicara mengenai hal ini dalam suratnya (Yak. 5:1-6). Ia berkata bahwa orang-orang yang rakus dan egois menimbun kekayaan sebenarnya mengalami kebangkrutan dalam hatinya.
Kemurahan Hati – Obat Penawar Ketamakan
Satu hal yang kita temukan saat kita mengenal Kristus, dan semakin mengalami-Nya dalam hati kita adalah kemurahan hati yang senantiasa berkembang, kesediaan untuk berbagi. Kita semua perlu menyadari bahwa kemurahan hati adalah obat penawar dari Allah untuk ketamakan.
Persembahkan Harta Milik Anda
Kita perlu mengembangkan kebiasaan untuk secara teratur memberikan sebagian dari kekayaan kita kepada sesama. Alangkah baiknya jika kita dapat berhenti menumpuknya banyak harta dan mulai menggunakannya untuk tujuan kekal. Rahasianya adalah menjaga agar harta dunia kita tetap berada dalam perspektif rohani dan menjaga keseimbangan yang sehat. Seorang bijak dalam Amsal berkata: "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku" (Ams. 30:8-9). Yang benar-benar sulit adalah melepaskan harta yang kita kumpulkan! Namun jika kita melakukannya, hidup kita akan menjadi jauh lebih mudah.
Persembahkan Diri Anda
Selain menyumbangkan harta, Allah memanggil kita untuk mempersembahkan diri kita, baik waktu, energi, maupun cita-cita kita. Jika kita menghabiskan banyak waktu untuk menumpuk kekayaan-kekayaan rohani dengan keluarga kita, alih-alih menumpuk harta untuk kepentingan kita sendiri, kita akan menjadi “kaya di hadapan Allah” (Luk. 12:21)
Nilai Sebuah Hidup yang Dipersembahkan bagi Allah
Hari-hari ini, kita dibombardir oleh pesan-pesan dari berbagai penjuru, yang mendorong kita untuk memuja kekayaan dan orang-orang penting dalam masyarakat kita. Para orang percaya yang lebih kaya sebaiknya senantiasa menanamkan pada ingatan mereka bahwa meskipun kekayaan dapat memberi mereka posisi yang tinggi dalam pendangan dunia, mereka akan “lenyap seperti bunga rumput” (Yak. 1:10). Bagaimana pun, Yakobus mengatakan bahwa status yang sejati tidak ada hubungannya dengan posisi yang tinggi atau rendah di bumi, tetapi lebih pada siapa kita dalam relasi kita dengan Allah. Seperti yang diingatkan Salomo kepada kita, “pada hari kemurkaan harta tidak berguna” (Ams. 11:4). Inilah intinya! Tak seorang pun dari kita yang dapat menyuap Allah ketika pada akhirnya berhadapan dengan penghakiman-Nya.
Upah Penatalayanan
Ada satu cara untuk mengumpulkan harta di surga, yakni dengan memanfaatkan bakat-bakat yang telah diberikan Bapa kepada kita di bumi ini. Kita harus belajar menolak godaan ketamakan sehingga dapat menjadi penatalayanan yang baik terhadap semua barang maupun uang yang Tuhan berikan kepada kita (Mat. 25:21).
Kesimpulan dan Penutup
Marilah kita masing-masing berusaha menjaga hati “dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Ams. 4:23). “Cinta uang”, bukan uang itu sendiri, adalah “akar segala kejahatan” (1 Tim. 6:10). Jika kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita. Kita akan baik-baik saja dan mencintai sesama seperti mencintai diri kita sendiri. Kita akan menemukan banyak sekali tempat untuk menginvestasikan harta dari Allah untuk kita, entah itu sedikit atau banyak. Apapun yang kita lakukan, kita semua kelak harus mempertanggungjawabkan penatalayanan kita kepada Tuhan kita yang merupakan Kepala Bendahara. Pemikiran ini saja seharusnya cukup membuat kita waspada terhadap jebakan uang!
Anugerah kekayaan sebagai jutawan-jutwan rohani
Allah memang mempercayakan kekayaan materi yang melimpah kepada sebagian umat-Nya. Namun meskipun Allah hanya mempercayakan kekayaan materi hanya kepada sebagian kecil umat-Nya, Dia memberikan kekayaan rohani kepada semua umat-Nya! Perli kita ingat bahwa kekayaan dianugerahkan kepada kita dengan harga yang sangat mahal. Roh Kudus menjadikan semua manusia yang memiliki-Nya sebagai jutawan-jutawan rohani. Begitu kita menemukan warisan rohani kita sebagai anak-anak Raja, kita memiliki kendali dalam mengelola kekayaan materi kita dan merasa puas dengannya, entah materi itu sedikit atau pun banyak.* (y)
Post a Comment for "Waspada jebakan uang pilih Anugerah atau stop Menumpuk Kekayaan"